Faktasulteng.id, PALU – Setiap tanggal 1 Oktober, Indonesia merayakan Hari Kesaktian Pancasila. Namun, peringatan ini jauh dari sekadar formalitas pengibaran bendera. Di balik momentum tahunan ini, tersimpan narasi kelam dan pengorbanan heroik yang harus dipahami betul oleh Generasi Muda.
Menurut Dr. Haliadi, S.S., M.Hum., Ph.D., seorang dosen sejarah terkemuka dari Universitas Tadulako (Untad), 1 Oktober adalah penegasan bahwa ideologi negara ini telah teruji oleh api sejarah dan terbukti ‘sakti’ menghadapi rongrongan.
Jejak Kelam G30S/PKI dan Tuntutan Ideologi
Haliadi menjelaskan bahwa pondasi peringatan 1 Oktober adalah peristiwa tragis Gerakan 30 September (G30S/PKI). Peristiwa itu merupakan puncak dari upaya berulang Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk menumbangkan Pancasila dan menggantinya dengan ideologi komunis.
“Peristiwa itu adalah jejak sejarah yang tidak bisa diabaikan. Keberadaan Pancasila tidak bisa tergantikan, karena sudah terbukti kesaktiannya,” ujar Haliadi dalam wawancara eksklusif, Rabu (1/9/25).
Ia menekankan bahwa gugurnya para jenderal—termasuk Jenderal Ahmad Yani—di Lubang Buaya adalah simbol perjuangan mempertahankan Pancasila sebagai satu-satunya dasar negara. Tanggal 1 Oktober lantas ditetapkan sebagai hari di mana ideologi bangsa dinyatakan menang dan kokoh.
Relevansi di Era Reformasi: Bukan Ancaman Fisik, Namun Ancaman Nilai
Dalam lanskap politik dan sosial saat ini, di mana ancaman fisik komunisme tidak lagi dominan, Haliadi menegaskan relevansi peringatan Hari Kesaktian Pancasila tetap tinggi.
Tujuan utamanya, kata dia, adalah menanamkan kesadaran kolektif pada generasi muda mengenai pengorbanan besar yang telah dilakukan pendiri dan pahlawan bangsa.
“Peringatan ini adalah cara untuk menghormati dan menghargai pengorbanan para jenderal yang gugur demi mempertahankan ideologi Pancasila,” jelasnya.
Lebih dari sekadar penghormatan, 1 Oktober berfungsi sebagai pengingat akan komitmen seluruh elemen bangsa terhadap ideologi. Haliadi mengingatkan, ancaman terhadap Pancasila di era modern tidak selalu berbentuk komunis terang-terangan. Namun, pandangan hidup atau nilai-nilai yang tidak sejalan dengan prinsip gotong royong, kemanusiaan, dan musyawarah dalam Pancasila, dapat muncul dalam bentuk lain.
Oleh karena itu, peringatan setiap 1 Oktober harus terus dilanjutkan. Ini adalah cara bangsa Indonesia, terutama generasi muda, untuk menjaga akar sejarahnya, meneguhkan persatuan, dan memastikan “kesaktian” Pancasila tetap abadi. (Abdy HM)
Leave a Reply