Untad Rumahkan Puluhan Honorer: Antara Ketatnya Aturan dan Luka Kemanusiaan

Foto: Rey/Faktasulteng.id

PALU – Gelombang pemberhentian kembali menerjang dunia pendidikan tinggi. Universitas Tadulako (Untad) baru-baru ini mengambil langkah tegas dengan merumahkan tak kurang dari 82 tenaga honorer. Keputusan per April 2025 ini meliputi 49 staf administrasi dan 33 tenaga pengajar. Bukan sekadar angka, pemberhentian massal ini sontak menyulut tanya publik. Pasalnya, di antara nama-nama yang dipulangkan, tersemat pengabdian bertahun-tahun tanpa kejelasan status kepegawaian.

Alasan di balik kebijakan ini terbilang normatif: nama-nama tersebut absen dalam Basis Data Sistem (BES), platform administratif yang menjadi prasyarat mutlak dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dari kacamata regulasi, keberadaan puluhan honorer ini dianggap tak memiliki legitimasi administratif, sehingga keberlanjutannya di lingkungan kampus dinilai tak mungkin dipertahankan.

BACA JUGA  Pelantikan HMI Cabang Tolitoli, Bupati Amran: HMI Tolitoli terus menjadi Mitra Strategis Pemerintah dalam Membangun Daerah

Rektor Untad, Prof. Amar, dalam pernyataan resminya berupaya meredam polemik. Ia menegaskan bahwa keputusan pahit ini diambil semata-mata demi menunaikan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku. “Kami tidak bertindak atas dasar preferensi pribadi. Semua keputusan melalui mekanisme yang sesuai. Bahkan, implementasinya seharusnya sejak Desember tahun lalu, namun kami memberikan kelonggaran waktu hingga April,” ujarnya.

Lebih lanjut, pihak rektorat menyatakan bahwa isu ini telah dikonsultasikan dengan Ombudsman dan pihak kementerian terkait. Pintu klarifikasi pun terbuka lebar bagi siapapun yang ingin memahami duduk perkara ini secara langsung.

BACA JUGA  BPBD Tolitoli Gandeng UNTAD Susun Peta Risiko Bencana Jangka Panjang di Tolitoli

Kendati demikian, narasi kepatuhan administratif tak sepenuhnya mampu membendung luapan kekecewaan dan rasa kehilangan dari para honorer yang terdampak. Mereka yang selama ini menjadi tulang punggung operasional kampus, kini harus menerima kenyataan pahit, kembali ke rumah tanpa kepastian masa depan. “Kami tidak menuntut status PNS. Yang kami harapkan hanyalah penghargaan atas dedikasi kami selama lebih dari delapan tahun,” lirih seorang mantan honorer, menyuarakan isi hati puluhan rekannya.

Keputusan ini bukan hanya soal hilangnya sumber penghidupan. Lebih dalam, ia menggerus mental dan harga diri individu-individu yang selama ini setia menjalankan tugas di balik meja administrasi, ruang kuliah, hingga jantung sistem akademik kampus. Kini, banyak di antara mereka harus memulai kembali dari titik nol, tanpa tahu arah yang pasti.

BACA JUGA  Resmi diLounching! Beasiswa "Berani Cerdas" Pemprov Sulteng, Berikut Jam Operasionalnya.

Di tengah labirin aturan yang mengikat, secercah harapan akan keadilan dan empati masih mereka dambakan. Bagi mereka, status honorer bukan sekadar baris data dalam sistem. Mereka adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan panjang dan dinamika sebuah institusi pendidikan bernama Universitas Tadulako.

Berita Berbasis Data