Palu, Sulawesi Tengah – Belum lagi usai gaungnya menggema di Senayan, Gubernur Sulawesi Tengah, Dr. H. Anwar Hafid, M.Si, kembali menjadi buah bibir di kancah nasional. Di tengah acara “BERANI NGOPI (Ngobrol Produktif)” dalam rangka peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) pada Kamis (1/5) di sebuah kafe di Palu, sebuah panggilan telepon “tak terduga” mendarat di genggamannya. Di ujung sana, suara Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Prof. Dr. Rachmat Pambudy, M.S., mengundang sang gubernur untuk menghadap.
Percakapan singkat namun signifikan itu mengungkap agenda penting. Menteri Rachmat Pambudy secara khusus mengundang Gubernur Anwar Hafid, didampingi Kepala Bappeda Sulteng, untuk bertatap muka di kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, pada Senin, 5 Mei 2025. Agenda utama yang akan dibahas tak lain adalah isu krusial yang sebelumnya telah lantang disuarakan sang gubernur: ketidakadilan dalam pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) sektor pertambangan, khususnya nikel, bagi daerah-daerah penghasil seperti Sulawesi Tengah.
Sebagaimana diketahui, keprihatinan Gubernur Anwar Hafid mengenai ketimpangan DBH ini sebelumnya telah ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR-RI pada Selasa (29/4). Pernyataan lugas dan argumentatifnya kala itu seketika viral di jagat maya, mencuri perhatian publik dan media nasional. Gelombang dukungan pun mengalir deras, mengamini keresahan daerah penghasil yang selama ini merasa dianaktirikan.
Viralnya isu ini rupanya sampai ke telinga Menteri PPN. Tak menunggu lama, sang menteri mengambil inisiatif menelepon langsung Gubernur Anwar Hafid, mengundangnya ke Jakarta untuk memberikan pemaparan lebih mendalam mengenai akar permasalahan dan solusi yang diusulkan. Hasil dari pertemuan penting ini dijadwalkan akan dilaporkan langsung oleh Menteri PPN kepada Presiden terpilih, Prabowo Subianto, untuk mendapatkan tindak lanjut yang konkret.
Dalam pandangan tajam Gubernur Anwar Hafid, biang keladi ketidakadilan DBH terletak pada mekanisme pengenaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang saat ini masih diterapkan di “mulut tambang” atau sektor hulu, tepatnya pada proses eksplorasi dan penambangan bijih nikel. Mekanisme ini dinilai menjadi penyebab utama minimnya nilai DBH yang diterima daerah penghasil, karena pajak dikenakan pada material mentah yang nilainya jauh lebih rendah.
Gubernur dengan gigih mengusulkan perubahan mendasar. Ia meyakini bahwa jika pengenaan PNBP dialihkan ke “mulut industri” atau sektor hilir, yakni pada produk olahan nikel seperti stainless steel yang memiliki nilai jual tinggi, maka porsi DBH yang mengalir ke daerah penghasil akan jauh lebih besar dan adil. Dengan demikian, daerah penghasil seperti Sulawesi Tengah dapat memiliki sumber pendapatan yang lebih signifikan untuk memacu pembangunan daerah secara mandiri.
Instruksi langsung dari presiden terpilih kepada Menteri PPN ini dipandang sebagai angin segar dan sinyal komitmen pemerintah pusat yang responsif terhadap aspirasi daerah dan kepentingan rakyat. Langkah ini diharapkan dapat mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata di seluruh pelosok negeri.
Menjelang pertemuan penting di Jakarta, Gubernur Anwar Hafid tak lupa memohon dukungan dari para buruh dan pekerja Sulawesi Tengah. Ia berharap pertemuan tersebut menjadi titik awal perubahan kebijakan yang lebih berpihak kepada daerah penghasil tambang, sehingga tercipta pemerataan pembangunan yang adil dan berkelanjutan.
Dengan perbaikan kebijakan DBH yang lebih proporsional, gubernur optimis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulawesi Tengah akan meningkat signifikan. Hal ini diyakini akan memungkinkan Sulteng untuk bersaing dengan provinsi-provinsi mapan seperti DKI Jakarta dan Jawa Barat. “Ini hak daerah yang harus diperjuangkan,” tegasnya dengan nada penuh keyakinan, menyiratkan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan yang selama ini dirasakan. Langkah berani Gubernur Anwar Hafid ini jelas bukan sekadar retorika, melainkan sebuah perjuangan nyata untuk keadilan fiskal daerah. (**)
Leave a Reply