Polemik Kebersihan Lapangan Vatulemo, UMKM Merasa Dibebani, Pemkot Dikritik Minim Peran

Robby Limantono, Pemilik Kopi A’Robi. (Foto: Ist.)

Faktasulteng.id, Palu – Keputusan Pemerintah Kota (Pemkot) Palu untuk menutup sementara tujuh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sekitar Lapangan Vatulemo, dengan alasan ketidakmampuan menjaga kebersihan, memicu gelombang protes. Langkah tegas ini dinilai kontroversial dan tidak adil bagi para pelaku usaha yang merasa telah berinisiatif menjaga kebersihan area publik tersebut.

Salah satu pelaku usaha yang terdampak, Robby Limantono, pemilik Kopi A’Robi Palu. Melalui percakapan daring dengan seorang wartawan Faktasulteng.id pada Jumat (26/4) dini hari, Robby mengungkapkan kekecewaan dan kebingungannya atas tindakan Pemkot Palu. Ia mempertanyakan dasar penilaian ketidakmampuan menjaga kebersihan tersebut, mengingat inisiatif yang selama ini telah mereka lakukan.

Kepada Wartawan media ini Robby menjelaskan, bahwa ia telah berinisiatif untuk mempekerjakan dua orang petugas kebersihan secara mandiri. Selain itu, juga pengadaan tempat sampah khusus buat pelanggan A’Robi karena jika mengandalkan tempat sampah yang di sediakan pemerintah menururnya itu tidak cukup. Langkah ini diambil sebagai wujud kepedulian terhadap kebersihan lingkungan, dengan biaya operasional ditanggung sepenuhnya oleh Robby.

“Udh ada 2 org khusus bantu jaga kebersihan di sekitar lapangan buat contoh sih kami udh ada bayar dgn anggaran pribadi jg,” tulis Robby dalam pesannya, seolah ingin menunjukkan komitmen mereka terhadap kebersihan lingkungan sekitar.

Inisiatif ini kemudian memicu pertanyaan mendasar mengenai peran aktif Pemerintah Kota (Pemkot) Palu dalam menjaga kebersihan fasilitas publik. Wartawan Fakta Sulteng dalam percakapannya menanyakan implikasi dari tindakan Pemkot yang justru menyalahkan UMKM atas kondisi kebersihan.

BACA JUGA  Hadirkan Dzikir Akbar, Pemkab Sigi Harap Suasana Pasca Pilkada Dapat Kembali Harmonis

Menanggapi hal itu, Robby justru memberikan pandangan yang lebih luas. Ia mengakui bahwa keberadaan Lapangan Vatulemo sebagai fasilitas dari pemerintah kota adalah hal yang positif. Namun, ia menyoroti adanya ketidakadilan dalam pembagian beban tanggung jawab kebersihan. Menurutnya, tujuh UMKM di sekitar lapangan harus menanggung kebersihan area yang dimanfaatkan oleh ribuan masyarakat, sementara pemerintah justru memberikan sanksi hanya kepada mereka.

“Coba hitunglah seberapa banyak petugas kebersihan, buat lapangan vatulemo masih di bebankan di 7 umkm untuk jaga kebersihan, masyarakat kota palu yg kesana ada ribuan,” jelasnya, menyiratkan ketidakseimbangan yang ia rasakan.

Lebih lanjut, Robby menyoroti minimnya fasilitas pendukung kebersihan yang disediakan oleh pemerintah, seperti jumlah tempat sampah yang tidak memadai. Kondisi ini diperparah dengan buruknya sistem pengelolaan sampah kota, yang menurutnya menjadi penyebab utama banjir sampah saat hujan melanda Palu.

“Seperti contoh hari ini hujan buat banjir sampah dimn2 ini akibat teledor sampah yg adaaaaa,” keluhnya, menghubungkan permasalahan kebersihan dengan isu pengelolaan sampah kota yang lebih luas.

Kritik Robby tidak hanya berhenti pada minimnya fasilitas dan beban tanggung jawab. Ia juga menyayangkan respons Pemkot Palu yang terkesan reaktif dengan memberikan sanksi penutupan tanpa menawarkan solusi yang konstruktif. Ia menyinggung adanya pungutan retribusi dari masyarakat oleh Bapenda Kota Palu dan mendesak pemerintah untuk mencari solusi yang lebih bijak daripada sekadar memberikan teguran atau ancaman penutupan usaha.

“Tolong bijak lah pemerintah yg ada.. ada 1 jg bapeda pungut dari masyarakat palu tolong cari solusi bukan main marah2 tutup2 aja gak selesai,” tegasnya, menyuarakan kekecewaan atas pendekatan represif pemerintah.

BACA JUGA  Pererat Kerja Sama Bilateral, Gubernur Anwar Hafid Hadiri Peresmian Konsulat Republik Ceko

Pertanyaan krusial kemudian dilontarkan oleh sang wartawan, mempertanyakan keberadaan petugas kebersihan dari Pemkot Palu yang secara khusus bertugas di Lapangan Vatulemo.

“Oh berarti satu lapangan vatulemo itu kebersihannya hanya dibebankan ke umkm yg 7 itu saja kak.. Berarti ga ada petugas dari pemkot untuk jaga kebersihan di vatulemo?” tanya wartawan Fakta Sulteng, mencari kejelasan atas pembagian tugas.

Robby mengonfirmasi bahwa tidak ada petugas kebersihan dari Pemkot Palu yang secara khusus bertugas di Lapangan Vatulemo. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan mengenai alokasi dana pajak restoran (PB1) yang dipungut dari masyarakat saat berbelanja di rumah makan atau kafe di Kota Palu. Menurut Robby, dana tersebut seharusnya dapat digunakan untuk membiayai perawatan dan kebersihan fasilitas publik seperti Lapangan Vatulemo.

“Nah dari petugas DLH gak adaa
Trus kemana uang pb1 pajak restoran ke kota palu
Itu uang rakyat di bebankan pas makan atau minum
Ini gara2 mau pertahankan adipura palu
Di bebankan di pelaku usahaa,” ungkapnya dengan nada mempertanyakan prioritas anggaran pemerintah.

Ironisnya, di tengah minimnya dukungan fasilitas kebersihan dari pemerintah, Robby juga menyoroti potensi pengenaan denda terkait kebersihan. Menurutnya, fokus pemerintah seharusnya bukan pada pemberian sanksi penutupan usaha, melainkan pada penyediaan fasilitas yang memadai, seperti penambahan tempat sampah.

“Udah brp kalo denda di baya,r apalagi keliatan sampah gak bersih.. bukan sampah gak bersih..tapi tong sampah kurang,” pungkasnya, menyoroti akar permasalahan yang sebenarnya.

BACA JUGA  Indibiz Insight Kupas Tuntas Jurus Jitu Meta Ads untuk Dongkrak Penjualan UMKM

Robby juga menambahkan, bahwa pngunjung di Lapangan Vatulemo datang sampai larut malam untuk nongkrong. “Sedangkan tenant yang ada punya jam operasional. kadang sudah tutup orang orang masih pada nongkrong. Siapa yang bisa kontrol sampah mereka? Kesadaran pribadi tentu yang paling menentukan” Robby menjelaskan.

Ia juga menjelaskan “Semisal tujuan dari aksi penutupan ini untuk memberikan sangksi kepada pelaku usaha, coba di telusuri lagi, pelaku usaha mana yang kurang tertib? Booth yang ada juga sudah berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga kebersihan. Namun semisal tujuan nya untuk edukasi masyarakat, sepertinya tindakan seperti ini tidak bakal mengedukasi. Kalo mau mengedukasi silahkan penuhi titik lapangan dengan papan informasi dan tempat sampah”

Polemik ini membuka lebar perdebatan mengenai idealnya pengelolaan ruang publik dan pembagian tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat, khususnya pelaku usaha. Keputusan penutupan sementara UMKM di sekitar Lapangan Vatulemo justru memicu pertanyaan lebih besar mengenai efektivitas kebijakan Pemkot Palu dalam menjaga kebersihan kota. Kejelasan alokasi dana pajak dan penyediaan fasilitas pendukung kebersihan yang memadai menjadi tuntutan mendasar agar Lapangan Vatulemo dapat kembali menjadi ruang publik yang nyaman, bersih, dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.

Pemerintah Kota Palu hingga berita ini diturunkan belum memberikan tanggapan resmi terkait tindakan penutupan dan keluhan para pelaku usaha. (Ap)

Berita Berbasis Data