Faktasulteng.id, Sigi, Sulawesi Tengah – Di tengah hiruk pikuk pembangunan yang terus bergulir di Sulawesi Tengah, suara-suara kecil namun lantang terdengar dari Desa Kalora dan Balumpewa, Kabupaten Sigi. Warga di dua desa ini tengah berjuang untuk menemukan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan perlindungan lingkungan serta warisan leluhur mereka.
Pada Senin, 10 Februari 2025, ratusan warga yang tergabung dalam Front Kamalisi Menggugat terdiri dari Masyarakat Adat Kalora, Masyarakat Adat Balumpewa, AMAN Kamalisi, PEREMPUAN AMAN Kamalisi, BPAN Kamalisi, BPAN Nggolo, PPMAN, dan AMAN Sulteng, bersatu untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat dan melindungi lingkungan hidup dari kerusakan akibat aktivitas pertambangan, mereka turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Kalora: Menolak Tambang Demi Masa Depan Anak Cucu

Warga Kalora dengan tegas menolak kehadiran tambang galian C di desa mereka. Mereka khawatir aktivitas pertambangan akan merusak lingkungan, mengancam sumber mata air, dan menghilangkan lahan pertanian yang menjadi sumber penghidupan mereka.
“Kami tidak ingin desa kami rusak karena tambang,” kata salah satu warga Kalora yang ikut dalam aksi tersebut. “Kami ingin anak cucu kami bisa hidup di lingkungan yang sehat dan lestari.”
Selain itu, warga Kalora juga menuntut agar pemanggilan 15 orang warga sebagai saksi ke Polda Sulawesi Tengah dihentikan. Mereka menilai pemanggilan ini sebagai bentuk intimidasi dari pihak perusahaan tambang yang ingin membungkam suara kritis masyarakat dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Balumpewa: Melindungi Makam Leluhur dari Penggusuran
Di Balumpewa, warga berjuang untuk melindungi makam leluhur mereka yang terancam pembangunan jalan oleh BKSDA Provinsi Sulawesi Tengah. Mereka menilai pembangunan jalan di atas makam sebagai tindakan yang tidak menghormati adat dan budaya mereka.
“Makam leluhur adalah tempat yang sakral bagi kami,” ujar John Fanlid, Kepala Desa Balumpewa. “Kami tidak akan membiarkan makam leluhur kami dirusak demi kepentingan pembangunan yang tidak jelas.”
Front Kamalisi Menggugat juga akan melayangkan somasi kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) atas dugaan pengrusakan sekitar 30 makam leluhur masyarakat adat Balumpewa yang dijadikan akses jalan menuju tempat wisata air terjun Wera. Mereka menuntut tanggung jawab BKSDA atas kejadian ini.
Kriminalisasi dan Perjuangan Wilayah Adat

Sebanyak 15 masyarakat adat Kalora menerima undangan klarifikasi dari Polda Sulawesi Tengah atas laporan terkait penolakan mereka terhadap perusahaan tambang. Mereka menduga bahwa hal ini adalah bagian dari upaya kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan wilayah adatnya.
Di Desa Kalora, terdapat dua izin tambang, yaitu PT. Bumi Alpha Mandiri seluas 95,54 hektar dan PT. Tambang Watu Kalora seluas 55,37 hektar. Masyarakat adat Kalora mendesak gubernur Sulawesi Tengah untuk mencabut izin tambang tersebut.
Berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 10 Tahun 2024 Pasal 2, orang yang memperjuangkan lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata. Oleh karena itu, masyarakat adat Kalora seharusnya tidak dapat diperkarakan.
Tuntutan Front Kamalisi Menggugat:
Meminta tanggung jawab BKSDA Sulteng atas pengrusakan makam leluhur di Desa Balumpewa, Kabupaten Sigi.
Mendesak Kapolda Sulteng untuk menghentikan proses hukum terhadap 15 masyarakat adat Kalora atas penolakan perusahaan galian C di Kalora, Kabupaten Sigi.
Mendesak Gubernur Sulteng untuk mencabut izin PT. Bumi Alpha Mandiri dan PT. Tambang Watu Kalora.
Tanggapan Pemerintah: Mencari Solusi Terbaik

Pemerintah Kabupaten Sigi dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah merespons aspirasi warga dengan berjanji akan mencari solusi terbaik. Wakil Bupati Sigi, Samuel Yansen Pongi, yang menemui massa aksi di Kantor Bupati Sigi, menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak memberikan rekomendasi dan izin untuk aktivitas tambang galian C di Desa Kalora.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Samuel Yansen Pongi. “Kami juga akan mendukung upaya perlindungan makam leluhur di Balumpewa.”
Sementara itu, perwakilan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah yang menemui massa aksi di Kantor Gubernur berjanji akan segera mengkonfirmasi tuntutan warga kepada Kepala BKSDA Provinsi Sulawesi Tengah dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian terkait pemanggilan 15 orang saksi.
Leave a Reply